Nama
lengkapanya Hassan bin Tsabit bin al-Mundzir al-Hazrojy al-Anshory. Nama
panggilannya Abul Walid. Hassan bisa juga disebut sebagai nabinya penyair. Dia
merupakan penyair yang mahir. Dia lahir dan dibawa ke yathrib (madina) dia
berasal dari keluarkan terpandang di suku arab selatan, Khazraj. Suku ini selalu menolong dan melindungi Nabi Muhammad
melawan Quaisy. Khazraj sama dengan golongan Anshar yang diberi gelar
“penolong.”
Hassan
hidup hingga berumur 120 tahun. Dikatakan bahwa ia hidup selama 60 tahun dimasa
sebelum periodisasi Islam dan 60 tahun lagi pada masa periodisasi Islam. Dia
memiliki hubungan kekerabatan dengan pangeran Syiria yang bernama Al-Harith bin
abu Shamir, Amr bin al Harith dan yang terakhir adalah Jabala bin Al-Aiham. Dia
adalah seorang yang mencintai perdamaian, sesuai yang telah diajarkan ayahnya
kepada sukunya.
Hassan
menghidupi dirinya dengan puisi-puisi yang ia hasilkan. Dibawah perlindungan
dari Ratu Ghassanid yang kerapkali mengunjunginya dengan membawa berupa hadiah.
Banyak sekali ode yang telah dibuat karena kemuliaannya itu. Tetapi kita hanya
bisa menemukan penggalan-penggalan dan elegy pendek yang dibuat L-Harits.
Kemahirannya dalam membuat puisi menjadikannya sebagai orang yang dihormati dan
dikagumi sebagai seorang penyair. Dia menjadi sangat terkenal sebagai seorang
yang rajin berpuisis atas nama islam dan membela kemuliaan dari Nabi beserta
sahabat-sahabatnya.
Perundingan
dan perlawanan secara militer dalam peperangan menjadikan Quraisy pesimis untuk
melancarkan perlawanan terhadap Nabi beserta pasukkannya. Kepesimisan ini
disebabkan oleh empat lelaki yang paling berpengaruh yaitu: Abu Sufyan bin
Al-Harith bin Al Muttalib, sepupu Nabi, Abdullah bin Al-Zibara, Amr bin alas
dan Dirar bin Al-Khattab Al-Fihiri. Situasi semacam ini menjadi tanpa
toleransi. Nabi berdiskusi dengan sahabatnya tentang keputusan setelah perang
Al Khandaq pada 5 hijrian (626AD) untuk membayar kerugian dengan uang miliknya
sendiri. Tiga orang laki-laki dikirim sebagai relawan untuk membayar kerugian
tersebut. Mereka adalah Hassan bin Tsabit, Abdullah bin Rawah dan Ka’ab bin
Malik. Hassan dan Ka’ab menyangkal uang-uang yang dikirimkan tersebut sebagai
sumbangan dan menyebutnya sebagai penaklukkan dan titik kelemahan. Abdullah bin
Rawah mengambil posisi untuk menghukum kesalahannya, kesalahan agama dan
kepercayaan.
Ini adalah penggalan
syair yang ia buat saat perang sehingga Nabi Muhammad memujinya sebagai syair
yang indah:
Sungguh
indah, apa yang diungkapkan penyair Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yaitu Hassan bin Tsabit dalam menggambarkan orang-orang yang dimasukkan
ke sumur, dia berkata dari sebuah syair yang panjang. Kami pilih darinya
bait-bait berikut ini:
Rasulullah
memanggil mereka ketika kami melempar bangkai mereka secara bersama-sama ke
dalam sumur. Bukankah kalian mendapati perkataanku benar dan siksa Allah
menyentuh sampai ke hati. Mereka bisu, seandainya mereka berucap niscaya akan
mengatakan. Engkau benar dan engkau pemilik ide yang jitu.
Hassan
memiliki keprcayaan diri yang patut dipuji dalam mempertunjukkan kemahirannya
dalam berpuisi. Dia berkata “jika saya menyimpat lidah saya, dia akan berkata
dengan hawa kesombongan,” itu akan
mengirisnya dan menyimpannya diatas batu, batu itu akan retak karenanya”. Nabi memerintahkan Hassan untuk memanjat ke
benteng Quraisy dan memfitnah mereka yang telah memfitnah Nabi. Dia sangan
berani dalam berpuisi dan merupakan seorang yang memukau. Diceritakan bahwa
Hassan tidak pernah secara langsung mengikuti perang karena ia memiliki sebuah
kekurangan yakni keterguncangan jiwa saat melihat peperangan yang sesungguhnya.
Meskipun ia hidup dipertengahan abad pertama hijriah, karirnya sebagai seorang
penyair seakan mati seiring kematian Nabi. Adapun karyanya yang berusu kematian
Umar dan Utsman untuk memperingati 45 tahun kematian Nabi.
Puisi-puisinya:
Kita
bisa menemukan sekitar 2050 puisi dalam Hassan Diwan. Dia termasuk kedalam
periode 60 tahun atau setengah dari masa hidupnya sebagai seorang muslim dengan
beberapa karyanya yang lahir sebelum masuk Islam, dia membuat karya tersebut
untuk ratu Ghassanid. Puisinya terbagi menjadi lima jenis tema yaitu:
1. Satire
2. Elegy
3. Puji-pujian
4. Pemujaan
5. Cinta
Yang terbanyak
dari karta-karyanya yaitu bertemakan satire dan elegy. Banyak sekali puisi
pendek yang berkisar antara 3-20 puisi yang menyindir pemimpin Quraisy dan
suku-suku lainnya yang tidak bersahabat. Target utama pada sindiran-sindirannya
adalah Abu Sufyan bin al Harith bin Al-Zabara, Amr bin Alas, Umayya bin Khalaf,
Harrith bin Hisham dan Abu Jahal. Ia menyebut mereka sebagai penghianat dan
pembohong. Dia menyebutkan kekalahannya dan kehancuran dari pemimpin-pemimpin
perang padaperang melawan Nabi sementara memuji ketangkasan para prajurit
muslim dan khususnya bagi kaumnya, Khazraj dan Aus. Dia mengata-ngatai mereka
untuk tidak kampungan dan penuh dosa termasuk kepada para ayah dan ibu mereka
juga monyet, domba, rusa dan serigala mereka.
Elegi karnyanya
bersifat umum dan khusus. Pada bentuknya, ia meratapi para muslimin yang gugur
di perang Badar (623 AD), Uhud (624 AD), Al-Rafi (624 AD) dan Bir-al-Mauna (625
AD). Ratapannya bagi para syuhada yang mati satu persatu. Kita dapat menemukan
elegy-eleginya pada Nabi dan catatan-catatan muslim seperti Umar, Utsman dan
Hamza bin Abdul-Muttalib.
Puisi-puisi cinta miliknya berisi
tentang deskripsi yang menyenangkan tentang kecankan seorang wanita. Banyak
sekali potongan-potongan dari keseluruhan topic tersebut yang menceritakan
tentang masa bahagia yang terlalui dengan meminum wine dan mendengarkan wanita
bernyanyi.
Dari keseluruhan
tema yang disebutkan diatas, Hassan merasa puas. Dia memiliki figure seorang penyair
berbakat, powerful dan efektif. Dia seorang penyair hebat dia menggambarkan
hal-hal secara nyata dan elegan.
Ini adalah salah satu syairnya yang
telah di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia:
Aku
takkan pernah mninggalkan pintu-Mu
Dan
takkan pernah berusaha membuka pintu selain pintu-Mu
Aku
akan menenun bajuku dengan ridha
Dan
membanggakan diri sebagai hamba-Mu
Aku
berbisik lirih dalam keheningan pagi
Ketika
ditanya siapa Tuhan-Mu ?
Tuhanku
adalah pencipta jagat raya
Aku
bangga menjadi hamba-Mu
Tuhanku
adalah yang menerbitkan fajar
Aku
takkan berpaling dari-Mu
Adapun
syairnya yang diterjemahkan kedalah bahasa Inggris:
When
I saw his light shining forth,
In
fear I covered my eyes with my palms,
Afraid
for my sight because of the beauty of his form.
So
I was scarcely able to look at him at all.
The
lights from his light are drowned in his light
and
his faces shines out like the sun and moon in one.
A
spirit of light lodged in a body like the moon,
a
mantle made up of brilliant shining stars.
I
bore it until I could bear it no longer.
I
found the taste of patience to be like bitter aloes.
I
could find no remedy to bring me relief
other
than delighting in the sight of the one I love.
Even
if he had not brought any clear signs with him,
the
sight of him would dispense with the need for them.
Muhammad
is a human being but not like other human beings.
Rather
he is a flawless diamond and the rest of mankind is just stones.
Blessings
be on him so that perhaps Allah may have mercy on us
on
that burning Day when the Fire is roaring forth its sparks.
Adapun
yang lainnya yaitu:
Beautiful
as you, my eyes have never seen,
with
grace like yours, one has never been born
Born
free from all fault,
Born
as though you had yourself wished to be,
As
though the Lord of Muhammad and the Soul of Muhammad
had
come face to face,
The
Lord of Muhammad asks the Soul of Muhammad
‘Tell
me my beloved, how shall I create you’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar